Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan pihaknya akan menghormati proses hukum yang tengah menjerat Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ary Egahni Ben Bahat.
Pasangan suami istri itu telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kini keduanya sudah ditahan.
Baca Juga
"Saya menghormati proses hukum. Saya enggak tahu kasusnya secara detail, saya hanya membaca media. Kemudian biasanya nanti dari KPK akan memberikan pemberitahuan kepada kita, bahkan kadang-kadang biasanya minta saksi ahli kepada Kemendagri, tapi ya saya menghormati proses hukum," ujar Mendagri Tito Karnavian, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Advertisement
Tito mengaku prihatin atas kasus yang menimpa Bupati Kapuas dan istrinya. Mantan Kapolri itu pun meminta kepada seluruh kepala daerah agar mengubah mental dan dirinya serta menanamkan jiwa antikorupsi.
"Saya minta teman-teman kepala daerah, tolonglah berubah. Kita gerakkan antikorupsi, akan makin lama, makin menguat dan enggak akan terbendung. Saya ulangi, kita harus cepat beradaptasi kepada perubahan lingkungan ini, harus bersih-bersih," Tito menegaskan.
Ben Brahim S Bahat merupakan Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023, sedangkan Ary Egahni Ben Bahat adalah anggota DPR RI dari Fraksi NasDem periode 2019-2024.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istrinya, Ary Egahni Ben Bahat, sebagai tersangka korupsi. Keduanya diduga melakukan pemotongan pembayaran pegawai negeri di Kalimantan Tengah.
Kasus Korupsi yang Menjerat Bupati Kapuas dan Anggota DPR Fraksi NasDem
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, Bupati Kapuas dan istrinya diduga melakukan pemotongan pembayaran pegawai negeri di Kalimantan Tengah.
"Saat ini KPK telah melakukan penyidikan dan menetapkan pihak sebagai tersangka terkait dugaan korupsi oleh penyelenggara negara yaitu, ketika menjalankan tugas melakukan perbuatan di antaranya meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau kepada kas umum," kata Ali.
Kedua tersangka berdalih uang korupsi yang diterimanya merupakan utang yang harus dibayarkan kepada mereka. KPK menegaskan tidak ada utang seperti yang dimaksudkan oleh Bupati Kapuas beserta istrinya tersebut.
"Seolah-olah memiliki utang pada penyelenggara negara tersebut, padahal diketahui hal itu bukanlah utang," ujar Ali.
Selain melakukan pemotongan pembayaran, Ben Brahim beserta Ary Egahni Ben Bahat diduga menerima suap terkait jabatannya sebagai penyelenggara negara.
"Para tersangka tersebut diduga pula menerima suap dari beberapa pihak terkait dengan jabatannya sebagai penyelenggara negara," ucap Ali.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa 28 Maret 2023, menjelaskan Ben selaku Bupati Kapuas diduga menerima fasilitas dan uang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Pemerintah Kabupaten Kapuas termasuk dari pihak swasta. Sedangkan Ary diduga aktif ikut campur dalam proses pemerintahan.
Satu di antaranya dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian sejumlah uang dan barang mewah.
"Fasilitas dan uang digunakan untuk operasional pemilihan calon Bupati Kapuas dan Gubernur Kalteng termasuk pemilihan anggota legislatif yang diikuti istrinya tahun 2019," kata Johanis.
Johanis mengungkapkan Ben diduga juga menerima suap dari pihak swasta sebesar Rp8,7 miliar terkait izin lokasi perkebunan. "Jumlah uang suap ini sekitar Rp8,7 miliar yang antara lain digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," kata dia.
Atas perbuatannya, Ben dan Ary disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Â
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement